Header Ads

Rumah Sakit Plus

Budaya Keilmuan - Tribun Jateng

Budaya Keilmuan - Tribun Jateng

Ramadan 2017

Budaya Keilmuan

Budaya Keilmuan. Ditulis oleh Dr Mutohharun Jinan MAg, Dosen Pascasarjana Unmuh Surakarta

Minggu, 18 Juni 2017 08:45 Budaya Keilmuantribunjateng/cetakDr Mutohharun Jinan MAg, Dosen Pascasarjana Unmuh Surakarta

Dr Mutohharun Jinan MAg, Dosen Pascasarjana Unmuh Surakarta

TRIBUNJATENG.COM - Secara kultural, selama Ramadan kaum muslim membudayakan tadarus, yaitu aktivitas membaca dan mempelajari Alquran. Tadarus biasanya dilakukan pada malam hari selepas Salat Tarawih dengan bergilir membaca atau saling menyimak.

Dalam aktivitas tadarus, sejatinya mengandung perngertian memahami dan mempelajari Alquran sehingga ada peningkatan keilmuan t entang ajaran Islam. Spirit peningkatan ilmu itulah yang penting bagi segenap kegiatan ramadan.

Imam al-Ghazali, sang hujjatul Islam memberikan kriteria untuk mengukur baik tidaknya prestasi seseorang melalui ungkapan, "Saya lebih senang berteman dengan orang-orang bodoh, tetapi mengakui kebodohannya dan berusaha menghapus kebodohannya daripada berteman dengan orang pandai yang merasa dirinya cukup dan tidak ada keinginan untuk menambah ilmunya."

Ungkapan tersebut sarat makna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Tekanannya bukan pada mana lebih baik, menjadi orang bodoh atau orang pandai. Tetapi menegaskan kemuliaan seseorang ditentukan oleh seberapa kuat keinginan untuk maju dan mengembangkan ilmu yang dimiliki.

Budaya keilmuan menjadi kata kunci bagi kemajuan. Semangat untuk maju dan meningkatkan kualitas ilmu menjadi harapan sekaligus tantangan sepanjang peradaban hidup manusia.

Di mana ada peradaban manusia yang tinggi dapat dipastikan di situ ada semangat keilmuan dan semangat kemajuan yang tinggi pula. Penghargaan terhadap ilmu pengetahuan dilakukan oleh penguasa maupun masyarakat luas.

Bagi kita masyarakat Indonesia menghadapi masalah bangsa yang sangat serius, yaitu rendahnya budaya keilmuan. Hal ini ditandai oleh rendahnya budaya baca, gemar mencari ilmu, produktivitas karya ilmiah, dan kreativitas teknologi.

Karena lemahnya budaya ilmiah, bangsa Indonesia belum mampu membangun keadaban publik, melahirkan produk budaya yang unggul, dan menggunakan teknologi secara produktif.

Kelemahan dalam budaya keilmuan juga mengakibatkan sebagian warga bangsa sering bertindak tidak rasional, primordial sempit, dan beragam perilaku klenik atau mistis yang mematikan akal sehat.

Padahal sebuah bangsa tidak akan maju dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain jika tidak memiliki budaya keilmuan yang tinggi. Di antara hambatan masyarakat berkubang dalam kelemahan budaya keilmuan adalah perasaan b erpuas diri atas apa yang telah dicapai.

Berpuas diri atas capaian masa lalu tanpa ada kajian yang berwawasan kemajuan menjadikan ilmu tidak berkembang alias stagnan. Begitu juga berpuas diri atas capaian saat ini sering kali melalaikan perkembangan ilmu baru.

Haji Abdul Karim Amrullah, yang akrab disapa Buya Hamka mengatakan, "Orang yang terbenam mengukur benar salah dengan lingkaran jurang-jurang tempat ia terbenam. Katak yang terkurung di bawah tempurung menyangka lingkaran tempurung itulah langit. Tetapi apabila orang telah naik ke atas lebih tinggi lebih luaslah alam yang dapat dilihatnya. Sebab itu naiklah ke atas, bangkitkanlah dirimu dari keterpurukan (Lembaga Budi, Renungan 11).

Untuk dapat bangkit dan naik ke atas, masyarakat kita perlu membangun keunggulan dengan mengembangkan masyarakat ilmiah melalui budaya baca, menulis, berpikir rasional, bertindak strategis, bekerja efisien, dan menggunakan teknologi untuk hal-hal yang positif dan produktif. Keluarga dapat dijadikan institusi dini yang sangat efektif untuk mengembangkan budaya keilmuan, terlebih selama Ramadan.

Semangat tadarus sejatinya adalah semangat mempelajari kitab Suci untuk meraih pemaknaan baru sesuai kebutuhan zaman. Tadarus bukan sekadar membaca kitab suci tetapi perlu diperluas sebagai satu di antara pendalaman ilmu yang siap dipraktikkan dalam karya nyata. (tribunjateng/cetak)

Editor: iswidodo Sumber: Tribun Jateng Ikuti kami di Video Jemaah Menggoyangkan Badan Bersama di Masjid Ternyata Tradisi di Kerinci, Begini Penjelasannya Sumber: Google News Budaya