Jorjoran Transaksi Kartu Kredit di Hari Raya
Jorjoran Transaksi Kartu Kredit di Hari Raya
tirto.id - Pada 1887, Edward Bellamy menulis sebuah novel utopis berjudul Looking Backward. Novel itu bercerita tentang Amerika Serikat pada 2000 yang berkembang menjadi sebuah negara sosialis. Kisah imajinatif Bellamy yang sosialis ini akhirnya melahirkan istilah kartu kredit 100 tahun setelahnya.
Pada bab 9, 10, 11, 13, 25, dan 26, Bellamy memperkenalkan konsep kartu kredit untuk pertama kalinya. Kata 'kartu kredit' disebutkan sebanyak 11 kali dalam novel itu. Namun, konsep kartu kredit dalam cerita fiksi Bellamy berbeda dengan kartu kredit saat ini.
Dalam Looking Backward, kartu kredit lebih seperti kartu debet. Kartu kredit dalam cerita itu adalah kartu yang dipakai masyarakat untuk berbelanja. Kartu dibagikan pemerintah dari dividen yang diperoleh negara. Kartu kredit versi Bellamy lebih mirip seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan sejenisnya. Meski begitu, Bellamy lah yang pertama kali menggunakan istilah itu, meski hanya dalam dunia fiksi.
Waktu pun berlalu, keberadaan kartu kredit menjadi nyata meski berbeda dari khayalan Bellamy semula. Menurut MasterCard , kartu kredit pertama yang dikeluarkan bank bernama Charg-It diperkenalkan pada 1946 oleh John Biggins, seorang bankir di Brooklyn. Ketika nasabah menggunakannya untuk pembelian di toko-toko, tagihan akan diteruskan ke Bank Biggins. Bank kemudian membayar ke toko dan menerima pembayaran dari nasabah.
Waktu itu, pembelian hanya bisa dilakukan secara lokal. Pemegang kartu Charg-It juga harus memiliki rekening di Bank Beggins. Setelah itu, kartu kredit terus berevolusi.
Sebelum era komputerisasi, proses penggunaan kartu kredit tak sesederhana dan secepat saat ini. Setiap ada pembelian menggunakan kartu kredit, pihak toko akan menelepon bank. Seorang petugas bank akan mengecek data dan sisa limit nasabah secara manual. Sistem kartu kredit baru dikomputerisasi pada 1973 oleh Dee Hock, CEO pertama Visa.
Saat ini, transaksi dengan kartu kredit sudah semakin mudah dan menguntungkan. Beberapa toko terkadang memberi potongan harga jika transaksi dilakukan dengan kartu kredit tertentu. Ada pula promosi program cicilan tanpa bunga. Untuk berbelanja online, transaksi dengan kartu kredit lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan transfer bank. Penggunaan kartu kredit kian masif saat ini di dunia termasuk Indonesia.
Proses yang cepat dan efektif serta berbagai promosi potongan harga membuat permintaan akan kartu kredit terus meningkat. Menurut data Asosiasi Kartu Kredit Indonesia, pada 2009 ada 12,26 juta kartu kredit yang beredar di Indonesia. Tahun lalu, angkanya meningkat menjadi 17,4 juta kartu. Kartu kredit biasanya digunakan untuk hal-hal yang sifatnya konsumtif, walaupun ada beberapa pihak yang menggunakannya untuk bisnis dan modal berdagang.
Berdasarkan data transaksi kartu kredit yang dihimpun tim riset Tirto, ditemukan pola bahwa setiap Lebaran dan Natal, penggunaan kartu kredit akan meningkat drastis. Penggunaannya tak hanya untuk berbelanja, tetapi juga penarikan tunai.
Pada 2014 misalnya, begitu memasuki Ramadan dan Lebaran, total transaksi kartu kredit meningkat, dari yang sebelumnya Rp20,72 triliun menjadi Rp21,7 triliun. Usai lebaran, total transaksi turun lagi dan mulai mencapai puncaknya saat Desember atau Natal mencapai Rp25,48 triliun.
Memasuki tahun baru 2015, transaksi kartu kredit turun lagi ke hanya Rp21,59 triliun. Namun, menjelang Lebaran di tahun itu, penggunaan kartu kredit naik lagi menjadi Rp25,6 triliun. Usai lebaran, transaksi kembali turun ke angka Rp23 triliun. Kemudian, naik lagi saat perayaan Natal, menjadi Rp26,57 triliun.
Pola yang sama terjadi juga di 2016. Januari tahun lalu, total transaksi kartu kredit turun lagi ke angka Rp22,9 triliun. Transaksi kembali menanjak saat Ramadan dan Lebaran, menjadi Rp23,9 triliun. Lalu turun lagi dan baru menunjukkan kenaikan saat Desember, mencapai Rp26,3 triliun.
Meningkatnya transaksi kartu kredit ini sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat kelas pekerja sebelum Lebaran dan Natal. Tunjangan Hari Raya (THR) yang besarannya setara satu kali gaji membuat masyarakat bisa berbelanja lebih banyak dari biasanya. Berbagai kebutuhan Lebaran dan Natal seperti baju baru, furnitur baru, dan belanja makanan kerap menggunakan kartu kredit dengan alasan kepraktisan. Di akhir tahun, selain THR, adapula bonus tahunan yang menambah pendapatan kelas pekerja.
Ingat, kartu kredit bukanlah dana hibah seperti kartu kredit dalam novel Bellamy yang bisa leluasa dibelanjakan sampai nilainya habis. Kartu kredit di masa kini adalah utang. Jadi menggunakannya harus bijak agar tak terlilit uta ng.
Bank biasanya memberikan limit tertentu pada kartu kredit, ada yang hanya Rp5 juta, Rp9 juta, Rp15 juta, Rp18 juta, dan seterusnya, sampai limit tak terbatas. Penentuan limit ini tergantung pada penghasilan nasabah tiap bulan. Semakin besar, semakin besar pula limitnya.
Belanja menggunakan kartu kredit sering membuat kebablasan karena saat melakukan pembayaran seseorang tak merasa mengeluarkan uang. Limit yang ada di kartu kredit pun tak terlihat. Terkadang limitnya jauh lebih besar dari sisa uang yang dimiliki seseorang. Oleh sebab itu, menggunakannya harus hati-hati agar kelak tak terlilit bunga utang.
Salah satu langkah bijak adalah melunasi tagihan setiap bulan. Jangan menyisakan utang pada kartu kredit, karena bunganya akan mencekik. Bayarlah seluruh tagihan. Jangan berbelanja lagi sebelum Anda membayar lunas tagihan.
Ingat selalu bahwa kartu kredit hanyalah metode pembayaran yang lain. Sesuaikan batas penggunaannya dengan dana tunai yang Anda miliki . Ini penting, agar ketika tagihan datang, utang bisa segera dilunasi. Agar kartu kredit yang bisa membantu tak berakhir menjadi bencana finansial.
Baca juga artikel terkait KARTU KREDIT atau tulisan menarik lainnya Wan Ulfa Nur Zuhra
(tirto.id - wan/dra)
tirto.id - Pada 1887, Edward Bellamy menulis sebuah novel utopis berjudul Looking Backward. Novel itu bercerita tentang Amerika Serikat pada 2000 yang berkembang menjadi sebuah negara sosialis. Kisah imajinatif Bellamy yang sosialis ini akhirnya melahirkan istilah kartu kredit 100 tahun setelahnya.
Pada bab 9, 10, 11, 13, 25, dan 26, Bellamy memperkenalkan konsep kartu kredit untuk pertama kalinya. Kata 'kartu kredit' disebutkan sebanyak 11 kali dalam novel itu. Namun, konsep kartu kredit dalam cerita fiksi Bellamy berbeda dengan kartu kredit saat ini.
Dalam Looking Backward, kartu kredit lebih seperti kartu debet. Kartu kredit dalam cerita itu adalah kartu yang dipakai masyarakat untuk berbelanja. Kartu dibagikan pemerintah dari dividen yang diperoleh negara. Kartu kredit versi Bellamy lebih mirip seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan sejenisnya. Meski begitu, Bellamy lah yang pertama kali menggunakan istilah itu, meski hanya dalam dunia fiksi.
Waktu pun berlalu, keberadaan kartu kredit menjadi nyata meski berbeda dari khayalan Bellamy semula. Menurut MasterCard , kartu kredit pertama yang dikeluarkan bank bernama Charg-It diperkenalkan pada 1946 oleh John Biggins, seorang bankir di Brooklyn. Ketika nasabah menggunakannya untuk pembelian di toko-toko, tagihan akan diteruskan ke Bank Biggins. Bank kemudian membayar ke toko dan menerima pembayaran dari nasabah.
Waktu itu, pembelian hanya bisa dilakukan secara lokal. Pemegang kartu Charg-It juga harus memiliki rekening di Bank Beggins. Setelah itu, kartu kredit terus berevolusi.
Sebelum era komputerisasi, proses penggunaan kartu kredit tak sesederhana dan secepat saat ini. Setiap ada pembelian menggunakan kartu kredit, pihak toko akan menelepon bank. Seorang petugas bank akan mengecek data dan sisa limit nasabah secara manual. Sistem kartu kredit baru dikomputerisasi pada 1973 oleh Dee Hock, CEO pertama Visa.
Saat ini, transaksi dengan kartu kredit sudah semakin mudah dan menguntungkan. Beberapa toko terkadang memberi potongan harga jika transaksi dilakukan dengan kartu kredit tertentu. Ada pula promosi program cicilan tanpa bunga. Untuk berbelanja online, transaksi dengan kartu kredit lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan transfer bank. Penggunaan kartu kredit kian masif saat ini di dunia termasuk Indonesia.
Proses yang cepat dan efektif serta berbagai promosi potongan harga membuat permintaan akan kartu kredit terus meningkat. Menurut data Asosiasi Kartu Kredit Indonesia, pada 2009 ada 12,26 juta kartu kredit yang beredar di Indonesia. Tahun lalu, angkanya meningkat menjadi 17,4 juta kartu. Kartu kredit biasanya digunakan untuk hal-hal yang sifatnya konsumtif, walaupun ada beberapa pihak yang menggunakannya untuk bisnis dan modal berdagang.
Berdasarkan data transaksi kartu kredit yang dihimpun tim riset Tirto, ditemukan pola bahwa setiap Lebaran dan Natal, penggunaan kartu kredit akan meningkat drastis. Penggunaannya tak hanya untuk berbelanja, tetapi juga penarikan tunai.
Pada 2014 misalnya, begitu memasuki Ramadan dan Lebaran, total transaksi kartu kredit meningkat, dari yang sebelumnya Rp20,72 triliun menjadi Rp21,7 triliun. Usai lebaran, total transaksi turun lagi dan mulai mencapai puncaknya saat Desember atau Natal mencapai Rp25,48 triliun.
Memasuki tahun baru 2015, transaksi kartu kredit turun lagi ke hanya Rp21,59 triliun. Namun, menjelang Lebaran di tahun itu, penggunaan kartu kredit naik lagi menjadi Rp25,6 triliun. Usai lebaran, transaksi kembali turun ke angka Rp23 triliun. Kemudian, naik lagi saat perayaan Natal, menjadi Rp26,57 triliun.
Pola yang sama terjadi juga di 2016. Januari tahun lalu, total transaksi kartu kredit turun lagi ke angka Rp22,9 triliun. Transaksi kembali menanjak saat Ramadan dan Lebaran, menjadi Rp23,9 triliun. Lalu turun lagi dan baru menunjukkan kenaikan saat Desember, mencapai Rp26,3 triliun.
Meningkatnya transaksi kartu kredit ini sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat kelas pekerja sebelum Lebaran dan Natal. Tunjangan Hari Raya (THR) yang besarannya setara satu kali gaji membuat masyarakat bisa berbelanja lebih banyak dari biasanya. Berbagai kebutuhan Lebaran dan Natal seperti baju baru, furnitur baru, dan belanja makanan kerap menggunakan kartu kredit dengan alasan kepraktisan. Di akhir tahun, selain THR, adapula bonus tahunan yang menambah pendapatan kelas pekerja.
Kartu Kredit Bukanlah Hibah
Ingat, kartu kredit bukanlah dana hibah seperti kartu kredit dalam novel Bellamy yang bisa leluasa dibelanjakan sampai nilainya habis. Kartu kredit di masa kini adalah utang. Jadi menggunakannya harus bijak agar tak terlilit uta ng. Bank biasanya memberikan limit tertentu pada kartu kredit, ada yang hanya Rp5 juta, Rp9 juta, Rp15 juta, Rp18 juta, dan seterusnya, sampai limit tak terbatas. Penentuan limit ini tergantung pada penghasilan nasabah tiap bulan. Semakin besar, semakin besar pula limitnya.
Belanja menggunakan kartu kredit sering membuat kebablasan karena saat melakukan pembayaran seseorang tak merasa mengeluarkan uang. Limit yang ada di kartu kredit pun tak terlihat. Terkadang limitnya jauh lebih besar dari sisa uang yang dimiliki seseorang. Oleh sebab itu, menggunakannya harus hati-hati agar kelak tak terlilit bunga utang.
Salah satu langkah bijak adalah melunasi tagihan setiap bulan. Jangan menyisakan utang pada kartu kredit, karena bunganya akan mencekik. Bayarlah seluruh tagihan. Jangan berbelanja lagi sebelum Anda membayar lunas tagihan.
Ingat selalu bahwa kartu kredit hanyalah metode pembayaran yang lain. Sesuaikan batas penggunaannya dengan dana tunai yang Anda miliki . Ini penting, agar ketika tagihan datang, utang bisa segera dilunasi. Agar kartu kredit yang bisa membantu tak berakhir menjadi bencana finansial.
Baca juga artikel terkait KARTU KREDIT atau tulisan menarik lainnya Wan Ulfa Nur Zuhra
(tirto.id - wan/dra)
Keyword
kartu kredit bunga kartu kredit lebaran natal ekonomi mild reportREKOMENDASI
-
Upaya Membuka Data Nasabah Kartu Kredit
-
Ditjen Pajak Bantah Minta Data Kartu Kredit Untuk Perpajakan
-
Bank Mandiri Masih Ragu Buka Data Kartu Kredit Nasabah
KONTEN MENARIK LAINNYA
-
Biaya Sewa Rumah yang Mencekik di Kota Besar
-
Siapa Juara Iklan di Bulan Ramadan?
BACA JUGA
-
Pengamat Khawatir Perubahan Iklim Pengaruhi Sektor Pertanian
-
Menperin Harap Pasokan Logistik Lancar Setelah Lebaran
Post a Comment