Header Ads

Rumah Sakit Plus

Menjaga Keberagaman di Bali dengan Tradisi Ngejot

Menjaga Keberagaman di Bali dengan Tradisi Ngejot

tirto.id - Di Bali, ada tradisi memberikan makanan kepada para tetangga sebagai rasa terima kasih. Nama tradisi itu: ngejot. Ratna Yulianasari, warga Yogya asal Bali, selalu terkenang akan tradisi ngejot. Ia berkesempatan merayakan ngejot ketika ia tidak bisa mudik ke Solo, kampung halaman orangtuanya.
“Rasanya sepi juga, sih, lebaran di Denpasar, karena tetangga yang muslim juga kebanyakan mudik. Namun menyenangkan karena aku bisa nganterin makanan ke tetangga Hindu di sekitar rumah,” Ratna berkisah.
Tradisi ngejot dilakukan oleh umat Hindu dan Islam. Bagi umat Islam, tradisi tersebut dilaksanakan menjelang Idul Fitri, sedangkan bagi umat Hindu, tradisi ini kerap dilakukan kala perayaan Galungan, Nyepi, dan Kuningan.
Kata "ngejot" sendiri merupakan istilah dalam bahasa Bali yang memiliki arti "memberi." Pemberiannya boleh berupa makanan, jajanan, atau b uah-buahan. Di keluarga Ratna, yang sering dijadikan hantaran adalah makanan khas lebaran yang tersedia di rumahnya, yaitu opor, ketupat, dan sambal goreng krecek.
Tatkala tetangganya merayakan Galungan dan Kuningan, mereka berbagi makanan juga ke rumah keluarga Ratna. Makanan yang biasanya mereka hantarkan adalah makanan sesajen di upacara tersebut, yaitu buah dan jajanan tradisional seperti jaje uli dan begine.
“Sangat menyenangkan bisa berbagi. Bahagianya jadi dobel. Biarpun makanannya enggak seberapa, tapi momen kebersamaannya penting. Kami yang rasanya jauh dari keluarga besar di Solo jadi sedikit terobati kangennya dengan berbagi,” kata Ratna.
Tradisi ngejot dipercaya sudah hadir sejak ratusan tahun silam. Ketika itu, wilayah desa Angantiga, daerah tempat ngejot berasal, dikuasai kerajaan Hindu. Beberapa waktu kemudian, masyarakat pendatang yang beragama Islam dari Bugis datang dan tinggal di daerah tersebut.
Catatan Menyama Braya dalam "Pluralitas da n Integrasi Sosial Bali" mendeskripsikan bagaimana Islam pertama-tama masuk Bali. Islam dikisahkan datang ke Bali pertama-tama dalam rangka mengiring raja, bukan untuk menyebarkan agama. Umat Islam disambut baik oleh para pemimpin di kerajaan Bali saat itu, yaitu dengan diberi tempat tinggal, tanah pertanian, dan juga tempat untuk mendirikan masjid.
Tidak ada raja di Bali yang menekan umat Islam agar mengganti keyakinannya menjadi penganut Hindu. Adanya peran raja-raja di Bali tersebut semakin mengokohkan eksistensi kehadiran Islam di Bali dan sekaligus menjadikan masyarakat Hindu di Bali terbuka serta bersahabat terhadap muslim. Hubungan dekat ini di Bali disebut sebagai ‘nyama selam’ yang artinya "saudara Islam."
Untuk saling menjaga kerukunan antara pengikut kedua agama tersebut, masyarakat berusaha membangun toleransi dengan saling membantu dan berbagi makanan ketika hari raya keagamaan mereka masing-masing. Tradisi ini yang sampai sekarang masih diles tarikan dan diistilahkan dengan ngejot.
Menjaga Kerukunan di Bali dengan Tradisi Ngejot
Selain tradisi ngejot, komunitas Islam sebagai kaum minoritas di Bali dapat menyesuaikan diri dengan ritual-ritual lain yang berlangsung di Bali. Wijaya, dosen jurusan sejarah di Fakultas Sastra Universitas Udayana menyebutkan bahwa komunitas Islam di Bali juga ikut tradisi megibung, makan bersama dalam satu wadah. Mereka juga melakukan upacara metatah (upacara potong gigi) dan pepaosan lontar (pembacaan lontar).
Komunitas Islam di Bali juga memakai wayang kulit. Selain itu, masjid-masjid di Bali mempunyai mimbar yang penuh dengan gaya ukiran Bali dan memiliki atap seperti meru, bertumpang dua atau tiga.
Bentuk akulturasi tersebut merupakan upaya umat Hindu untuk mewujudkan konsep menyama braya, konsep ideal hidup bermasyarakat di Bali yang bersumber dari sistem nilai budaya dan ad at istiadat masyarakat Bali untuk dapat hidup rukun.
I Putu Soviawan, mahasiswa dari Universitas Pendidikan Ganesha, turut meneliti perihal menyama braya tersebut. Dari risetnya, diketahui bahwa dinamika hubungan sosial pada saat ini masih tetap terjalin dengan baik yang disebabkan oleh faktor sejarah, faktor ideologi, dan tradisi kebersamaan.
Konsep menyama braya, dalam catatan Soviawan, adalah konsep yang mampu mempererat hubungan baik yang memiliki agama yang berbeda atau ras yang berbeda. Prinsip Islam yakni Ukhuwah Islamiyah dan Rahmatan Lil Alamin punya kemiripan dengan konsep menyama braya yakni dalam bentuk hubungan baik sesama manusia.
Pandangan masyarakat Hindu mengenai menyama braya terwujud dalam bentuk Tat Tvam Asi, Tri Hita Karana, Catur Paramitha dan Catur Parweti, yang selanjutnya dimaknai sebagai toleransi atau kebersamaan masyarakat yang multibudaya, multietnis, dan multiagama. Bentuk-bentuk hubungan harmonis antara masyarakat Hindu dan Islam ini dapat dilihat pada bentuk-bentuk akulturasi yang terdapat di Bali.
Kuatnya akulturasi tradisi Hindu dan Islam di Bali ini tidak melulu dalam hal ritual atau ibadah, tapi juga dalam seni budaya. Misalnya dengan keberadaan cakepung dan wayang sasak di Karangasem serta pada seni gambuh dalam cerita Panji Ahmad-Muhamad dan Ratu Magedap dari Mesir.
Semua bentuk akulturasi tersebut merupakan bentuk berdamai masyarakat Bali dengan perbedaan. Nilai antaragama satu dengan yang lain bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari tanpa harus saling meniadakan.
Baca juga artikel terkait HARI RAYA IDUL FITRI atau tulisan menarik lainnya Yulaika Ramadhani
(tirto.id - ylk/msh)

Keyword

hari raya idul fitri idul fitri bali akulturasi toleransi toleransi beragama tradisi sosial budaya mild report

REKOMENDASI

  • WNI Antus   ias Hadiri Halalbihalal di Canberra

    WNI Antusias Hadiri Halalbihalal di Canberra

  • Bachtiar Sebut Dialog Pemerintah-GNPF-MUI Akan Berlanjut

    Bachtiar Sebut Dialog Pemerintah-GNPF-MUI Akan Berlanjut

  • 30 Menit Pertemuan GNPF MUI dan Jokowi

    30 Menit Pertemuan GNPF MUI dan Jokowi

  • RAMADAN

KONTEN MENARIK LAINNYA

  • KIS dan Kisah Melewati Lebaran di Rumah Sakit

    KIS dan Kisah Melewati Lebar an di Rumah Sakit

  • Lebaran di Munchen: Menu Opor dan Susahnya Cari Tempat Wudu

    Lebaran di Munchen: Menu Opor dan Susahnya Cari Tempat Wudu

BACA JUGA

  • Tarekat Syattariyah Magetan Salat Idul Fitri Hari Ini

    Tarekat Syattariyah Magetan Salat Idul Fitri Hari Ini

  • PT KAI Daop II Bandung Telah Berangkatkan 600 Ribu Penumpang

    PT KAI Daop II Bandung Telah Berangkatkan 600 Ribu Penumpang

Sumber: Tirto