DP 0 Rupiah Tak Ideal, Anies-Sandi Diminta Lanjutkan Program Ahok - KOMPAS.com
KOMPAS.com/JESSI CARINA Foto mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sudah terpasang di galeri mantan gubernur di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (21/6/2017).
JAKARTA, KompasProperti - Program uang muka atau down payment (DP) 0 Rupiah yang diusung Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, bukanlah hal baru di Indonesia.
Selama ini, pengembang banyak yang memberikan gimmick tersebut untuk menarik p embeli. Pengembang membebaskan pembeli dalam membayar DP yang menjadi tanggungannya.
"Itu semua kan karena iklim ekonomi sekarang sedang bagus, stabil, dan bunga tetap. Untuk jangka menengah dan pendek memang stabil berikan pembiayaan, makanya bisalah DP ditanggung," ujar Dosen Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SKPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar kepada KompasProperti, Rabu (12/7/2017).
Meski demikian, tutur Jehan, hal tersebut bukanlah program perumahan rakyat yang ideal, melainkan untuk rumah komersial.
Memahami program tersebut sulit direalisasikan untuk perumahan rakyat, Sandi pun menerangkan baru-baru ini bahwa DP 0 Rupiah hanya diperuntukkan bagi masyarakat dengan pendapatan Rp 7 juta-Rp 10 juta.
Hal ini sekaligus menegaskan, DP 0 Rupiah tidak berlaku bagi masyarakat berpenghasilan di bawah Rp 7 juta.
Menurut Jehansyah, program yang cuk up ideal direalisasikan di DKI Jakarta sebagai kota metropolitan adalah yang dicetuskan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Idealnya (Anies-Sandi) menindaklanjuti program yang dibuat Ahok. Dulu, Ahok bilang di DKI akan dibangun 50.000 unit rumah susun sewa (rusunawa) untuk menata beberapa daerah. Mungkin sampai 20 lokasi katakanlah dalam 5 tahun. Itu sudah bagus," jelas Jehansyah.
Dalam satu lokasi katakanlah diperlukan 2.000-3.000 unit, maka 50.000 unit bisa dibangun di 20 lokasi.
Namun, sampai sekarang, program ini belum bisa realisasikan, sehingga akan sulit jika ingin menata kawasan dengan cara menggusur.
Jehansyah menambahkan, untuk bisa menggusur, dibutuhkan ketersediaan rusunawa. Sedangkan unit rusunawa yang ada sekarang sudah sangat sedikit sehingga dibutuhkan "pengusiran" penghuni dari rusunawa terutama yang dinilai tidak berhak tinggal di sana.
"Penghuni rusunawa digusur kemudian dihitun g misalnya ada 30 unit kosong, ternyata yang kena gusur 200 kepala keluarga (KK). Jadi dibuat seleksi yang ketat," imbuh Jehansyah.
Hal tersebut menjadi pekerjaan rumah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menyedikan rusunawa di 20-25 lokasi dan mencakup 2.500 unit.
Dengan luas minimal 5 hektar, rusunawa yang dibangun bisa seperti Kalibata City. Namun, sebaiknya, saran Jehansyah, tidak terlalu meniru Kalibata City karena terlampau padat dengan jumlah hunian mencapai 8.000 unit.
Sumber: Google News
Post a Comment