Bisnis Ritel Tertekan - KOMPAS.com
Dok JGC Aeon Mall Jakarta Garden City, Cakung, Jakarta Timur, sudah memasuki tahap tutup atap, menyusul rampungnya tahapan pembangunan struktur bangunan pusat belanja tersebut. Beroperasi pada akhir 2017 nanti.
JAKARTA, KompasProperti - Pengamat ritel Andreas Kartawinata mengatakan sepanjang kuartal II-2017 bisnis ritel mengalami tekanan hebat.
Hal ini, kata Andreas, dibuktikan dengan omset yang terus turun. Bahkan, pada musim Lebaran lalu, omset yang diraup para peritel yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) hanya 25 persen dari total omset tahunan.
"Sementara Lebaran tahun lalu, omset mereka masih bertengger di angka 40 persen," ujar Andreas kepada KompasProperti, Selasa (12/7/2017).
Menurut Andreas, penyebab turunnya bisnis ritel ini adalah government spending atau pengeluaran pemerintah yang fokus pada infrastruktur dan lebih bersifat jangka panjang.
Sebaliknya, belanja pemerintah yang bersifat jangka pendek, justru berkurang. Contohnya adalah tertundanya gaji ketigabelas PNS, dan penghematan mengadakan pertemuan di luar kantor.
"Pada gilirannya belanja PNS pun berkurang," tambah Andreas.
Fenomena lain yang kasat mata menunjukkan tertekannya bisnis ritel adalah ditundanya ekspansi bisnis dan tutupnya beberapa gerai milik raksasa ritel di beberapa pusat belanja.
Andreas menyebut gera i Debenhams di Kemang Village yang tutup dan digantikan Matahari Department Store.
Selain itu, dia memberi contoh lainnya, pengurangan karyawan Hypermat yang kemudian dibantah oleh PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA)
@Bhinneka/ Twitter, @adipotret/ Instagram Presiden Joko Widodo mengunjungi gerai toko elektronik Bhinneka di Mangga Dua Mall, Jakarta, Minggu (18/9/2016) dengan didampingi putra bungsunya, Kaesang Pangarep (foto kiri). Kunjungan Presiden menimbulkan kehebohan di pusat belanja tersebut, sebagaimana diabadikan pengguna Instagram bernama adipotret Seperti dilansir Kontan, Selasa (11/7/2017), MPPA membantah kabar bahwa bisnis ritelnya, yakni Hypermart tengah goyang dan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada para pegawainya.Manajer Komunikasi Korporat MPPA Fernando Repi, mengatakan, alih-alih melakukan PHK, MPPA justru akan menambah beberapa gerai baru dan menyerap tenaga kerja baru.
Pusat belanja
Menurut Andreas, sulit bagi pengembang dan pengelola pusat belanja untuk menaikkan tingkat hunian atau occupancy rate karena banyak peritel yang menunda ekspansi.
Hal ini menyebabkan permintaan ruang ritel tidak sebesar kurun 2012-2013 dan 2014 yang merupakan masa-masa bulan madu.
Tipisnya kenaikan permintaan ritel tersebut menyisakan ruang-ruang kosong pusat belanja di Jakarta seluas lebih dari setengah juta meter persegi.
Cushman and Wakefield Indonesia mencatat, hingga akhir tahun lalu saja, ruang-ruang kosong pusat belanja seluas 621.275 meter persegi.
Pertumbuhan permintaan hanya sebesar 1,4 persen atau 0,6 persen secara tahunan (2015-2016).
Tentu saja, seretnya permintaan ini juga berdampak pada tarif sewa yang harus disiasati oleh para pengembang dan pengelola.
"Mereka harus menyesuaikan tarif sewa dengan kondisi aktual, alias menurunkan harga sewa demi mempertahankan para peritel agar tetap membuka gerainya," tutur Andreas.
Kecuali pusat belanja kelas premium yang juga tak bisa menaikkan harga sewa, tambah dia, pusat belanja dengan kelas di bawahnya lebih sulit lagi mengubah tarif sewa.
Terkait kenaikan biaya sewa ini, memang ada hitung-hitungannya. Selain kondisi aktual yang memaksa para pengembang dan pengelola mempertimbangkan tidak menaikkan biaya sewa, juga ada beberapa faktor lainnya.
Bahkan, menurut Ketua DPD APPBI DKI Jakarta Ellen Hidayat, menaikkan biaya sewa dan juga servis, tidak bisa dilakukan sembarangan.
"Ada komponennya, termasuk kenaika n upah minimum provinsi (UMP), tarif dasar listrik, perubahan kurs mata uang, biaya operasional dan lain-lain," kata Ellen.
shutterstock Ilustrasi. Beberapa pusat belanja yang belum menaikkan harga sewa di antaranya adalah Kota Kasablanka, Blok M Plaza, Gandaria City, dan pusat-pusat belanja lainnya milik PT Pakuwon Jati Tbk.Baca: Pernyataan Hippindo Bohong dan Tidak Bisa Dipertanggungjawabkan
Sementara Riset Colliers International Indonesia menunjukkan harga sewa rata-rata pusat belanja di Jakarta selama kuartal II-2017 masih tumbuh kendati demikian tipis yakni hanya 3 persen menjadi Rp 599.335 per meter persegi per bulan dibanding periode yang sama tahun 2016.
Ada pun pusat belanja di luar Jakarta menunjukkan kenaikan tarif sewa 3,2 persen menjadi Rp 367.884 per meter persegi per bulan.
Se dangkan tingkat okupansi pusat belanja di Jakarta dan luar Jakarta tercatat masing-masing 86,1 persen, dan 82 persen.
Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto, mengatakan ketatnya persaingan antar-pusat belanja menuntut pengelola dan pengembang harus lebih kreatif untuk menarik minat peritel dan juga pengunjung.
"Karena itu ada beberapa di antaranya yang mematok tarif sewa lebih rendah dibanding harga pasar dengan perbaikan layanan di sana sini," ujar Ferry.
Andreas menilai, melihat situasi seperti ini, dengan fenomena turunnya spending power masyakarat, bisnis ritel akan tertekan bila pemerintah tak segera belanja di sektor konsumsi dalam jangka pendek.
Sumber: Google News Bisnis
Post a Comment