Header Ads

Rumah Sakit Plus

DPR tak Bisa Intervensi KPU Soal Aturan Teknis Pemilu | Republika ... - Republika Online

DPR tak Bisa Intervensi KPU Soal Aturan Teknis Pemilu | Republika ... - Republika Online

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Khairul Fahmi mengatakan DPR tidak dapat melakukan intervensi kepada KPU terkait konsultasi penyusunan peraturan KPU (PKPU) untuk Pilkada dan Pemilu. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi pasal 9a UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dinilai menjadi dasar kuat bagi kemandirian KPU.
"Putusan MK tersebut sudah sangat positif sebab KPU diberi ruang untuk membuat aturan pelaksanaan penyelengaraan pemilu yang itu sepenuhnya berada pada dia sendiri," ujar Khairul ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Kamis (13/7).
Hal ini, katanya, berbeda dengan ketentuan dalam rapat dengar pendapat (RDP) sebab, RDP berfungsi menyerap aspirasi dan sebagai bahan konsultasi kepada pembentuk undang-undang.
Dengan demikian DPR tidak bisa lagi melakukan intervensi kepada KPU untuk mengadopsi pendapat mereka untuk diterapkan dalam PKPU. Jika pendapat DPR tidak sesuai dengan KPU, maka yang bersangkutan diperbolehkan tidak menerapkannya.
Khairul mencontohkan dalam perumusan PKPU untuk pencalonan kepala daerah dalam Pilkada 2017, DPR memaksa KPU untuk memasukkan syarat bahwa calon kepala daerah yg berstatus tersangka diperbolehkan mendaftarkan diri.

"KPU sesungguhya ada pada posisi tidak sepakat dengan hal itu. Namun, menurut norma sebelumnya, KPU terpaksa mengadopsinya," ujar dia.
Menurut Khairul, hal ini merupakan satu ruang intervensi politik yang tidak adil bagi kemandirian KPU. "Mestinya pemrintah dan DPR itu terhenti cukup pada fungsi pembentuk undang-undang," katanya.
Terpisah, Komisioner KPU Ilham Saputra, mengatakan memposisikan diri menyesuikan putusan MK. KPU memahami jika konsultasi dengan DPR merupakan bagian dari hubungan ant ar institusi.
Jika DPR memberikan masukan selama proses pembentukan PKPU, KPU akan menampungnya. "Masukan itu bisa kita tampung, bisa juga tidak kita tampung. Sebab, sifatnya tidak mengikat. Kalau dulu semua harus ditampung dan kita harus ikuti karena sifatnya mengikat," ungkapnya.
Terkait independensi KPU, Ilham menjamin jika KPU tidak akan terpengaruh. "Silakan awasi kinerja kami. Utamanya saat penyusunan PKPU, selama berkonsultasi dengan DPR," tambah Ilham.
Pada Senin (10/7), MK mengabulkan sebagian gugatan KPU terkait aturan yang dinilai mengganggu kemandirian lembaga tersebut dalam penyelenggaraan pilkada. Majelis Hakim Anwar Usman mengatakan Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan komisioner KPU 2012/2017 terkait uji materi Pasal 9a UU Nomor 10 2016 tentang Pilkada. "MK mengabulkan untuk sebagian," kata dia dalam sidang di Gedung MK.
Pasal 9 huruf a UU Pilkada menyebutkan “Tugas dan wewenang KPU dalam penyel enggaraan Pemilihan meliputi : a. menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat".
MK menyatakan frasa "yang keputusannya bersifat mengikat" dalam aturan itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Mahkamah menimbang frasa itu mereduksi kemandirian KPU dan sekaligus tidak memberi kepastian hukum.
Sebelumnya, pada 2016 lalu KPU mengajukan uji materi Pasal 9 huruf a UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Aturan ini dianggap menganggu kemandirian KPU. Padahal, Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 mengamanatkan kemandrian KPU. UUD 1945 menyebutkan: 'Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri'.

Sumber: Google News DPR