ICW Nilai Pertanyaan Yusril tentang KPK Bias dan Tidak Obyektif - KOMPAS.com
KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Minggu (21/5/2017).
JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra memberikan keterangan yang tidak berdasar tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam forum Panitia Khusus Hak Angket KPK, Yusril menyebut KPK merupakan bagian dari eksekutif. Dengan demikian, Dewan Perwakilan Rakyat bisa melakukan angket terhadap KPK.
"Saya menyoroti keterangan yang bias, tidak obyektif, dan tidak berdasar karena (pernyataan Yusril) bertentangan dengan Pasal 3 Undang-Undang KPK," kata Donal dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (12/7/2017).
Donal mengatakan, Yusril menyebutkan bahwa KPK bagian dari eksekutif atau pemerintahan. Padahal, dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK disebutkan, Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.
Merujuk pasal tersebut, lanjut Donal, secara eksplisit disebutkan bahwa KPK merupakan lembaga negara yang bebas dari kekuasaan eksekutif.
"Kok tiba-tiba ada pakar yang menyebut dia cabang dari kekuasaan eksekutif, di bawah kekuasaan eksekutif. Ini kan bertolak belakang dengan Pasal 3 UU KPK," ucap Donal.
Lebih lanjut dia mengatakan, pernyataan Yusril justru menafikan perkembangan ketatanegaraan Indonesia yaitu dengan banyak lembaga negara non-struktural (state auxiliary agency) yang lahir sejak reformasi.
Menurut Donal, apabila Pansus Angket KPK ingin mendatangkan seorang ahli atau pakar, maka perlu juga dilihat status dan profesi, selain legitimasi keahliannya. Donal menilai Yusril tidak legitimasi dan punya banyak identitas.
"Bahkan saya punya anekdot. Kalau negara saja menganut teori pemisahan kekuasaan. Hanya satu orang di republik ini yang tidak menganut pemisahan profesi. Dia (Yusril) bisa pengacara, dia bisa politisi, dia bisa akademisi afirmasinya," ujar Donal.
Donal menuturkan, Yusril saat ini adalah Ketua Umum Partai Bulan Bintang. Dengan identitas yang melekat itu, kata dia, sulit dibedakan posisi Yusril saat mengeluarkan pernyataan.
"Sekarang kan kita bingung. Kapan Yusril menjadi akademisi, kapan menjadi politisi ? Bagaimana kita memisahkan pandangan-pandangan dia apakah menjadi seorang akademisi atau politisi yang potensi bias pandangannya muncul?" kata Donal.
Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra menegaskan, sesuai dengan hukum ketatanegaraan, DPR dapat menggunakan hak angket terhadap KPK. Sebab, KPK dibentuk melalui undang-undang.
(Baca: Yusril: DPR Dapat Menggunakan Angket Terhadap KPK)
"Dapatkah DPR secara konstitusional melakukan angket terhadap KPK? Maka saya jawab, karena KPK dibentuk dengan undang-undang, maka untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang itu, DPR dapat melakukan angket terhadap KPK," kata Yusril.
Mantan Menteri Kehakiman dan HAM era pemerintahan Abdurrahman Wahid itu menambahkan, angket dilakukan terhadap kebijakan pemerintah (eksekutif).
KPK dinilai Yusril masuk ke dalam ranah eksekutif, karena bukan bagian dari yudikatif sebagai badan pengadilan atau legislatif sebagai pembuat undang-undang.
Namun, pernyataan Yusri l itu mendapat bantahan. Advokat sekaligus aktivis hak asasi manusia Todung Mulya Lubis menyebut pendapat Yusril itu salah.
Menurut Todung, dalam perkembangan tata negara modern, arsitekturnya sudah berubah sama sekali, dan tidak hanya terdiri dari eksekutif, yudikatif, dan legislatif.
Di Indonesia sebagai contoh, muncul lembaga-lembaga seperti KPK, PPATK, Komnas HAM, dan lain sebagainya yang dikenal sebagai state auxiliary agency (lembaga non-struktural).
"Saya kira pembahasan tradisional mengenai ilmu tata negara menghasilkan orang seperti Yusril Ihza Mahendra ini, yang melihat arsitektur ketatanegaraan kita hanya eksekutif, legislatif, dan yudikatif," kata Todung.
(Baca: Todung: Yusril Salah Anggap KPK Bagian dari Eksekutif)
Kompas TV Yusril: Kalau KPK Tak Setuju Angket, Bawa ke Pengadilan Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:- Pansus Hak Angket KPK
Post a Comment