Organisasi yang Dibubarkan Lewat Perppu 2/2017 Bisa Gugat ... - BeritaSatu
Organisasi yang Dibubarkan Lewat Perppu 2/2017 Bisa Gugat Pemerintah
Jimly Asshiddiqie. (Antara)
Oleh: Adi Marsiela / JAS | Jumat, 14 Juli 2017 | 10:31 WIBJakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddique menyatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sudah bisa dipergunakan pemerintah untuk membubarkan organisasi masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan peraturan tersebut.
Meski demikian, organisasi yang dibubarkan dapat menggugat pembubaran tersebut lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). âDasar gugatannya adalah Undang-Undang Dasar 1945 tentang kebebasan berorgan isasi dan berserikat,â kata Jimly usai menjadi pembicara dalam diskusi terfokus âPeran Jurnalis untuk Perlindungan dan Penegakan HAM yang Lebih Baikâ di Bumbu Desa, Jakarta, Kamis (13/7).
Melalui persidangan itu, ungkap Jimly, organisasi yang dibubarkan dapat membela diri terkait keputusan pemerintah tersebut. âHarus diberi ruang membuktikan diri. Jika tidak bertentangan dengan Pancasila, maka otomatis (bisa berjalan kembali),â ujar Jimly yang merupakan Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia ini.
Menyoal penerbitan perppu tersebut, Jimly menyatakan secara substansial sepakat. Karena peraturan itu diperlukan untuk menindak organisasi yang sengaja dibentuk untuk melawan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun dia menyayangkan langkah pemerintah dengan menerbitkan perppu.
Perangkat hukum berupa perppu, tegas Jimly, hanya bisa diterbitkan dalam keadaan darurat dalam ketatanegaraan di Indonesia. Kondisi darurat itu sesuai ko nstitusi adalah darurat perang, militer, serta darurat sipil. Makanya pemerintah tidak bisa serta merta menerbitkan atau merevisi undang-undang dalam kondisi normal.
Pemerintah juga sampai saat ini belum pernah menyatakan atau mendeklarasikan kondisi darurat tersebut. âPemerintah tidak punya kesempatan membentuknya melalui proses yang normal maka dibentuklah peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang,â imbuh Jimly.
Meski demikian, sambung Jimly, konstitusi memungkinkan masyarakat melakukan langkah hukum judicial review ke Mahkamah Konstitusi meski belum ada persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. âMenghindari jatuhnya korban,â tegas Jimly.
Organisasi masyarakat sipil juga mengkritik keras langkah pemerintah yang menerbitkan perppu tersebut. Penerbitan perppu dinilai sebagai kemunduran dalam proses demokrasi di Indonesia.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan jaringan 15 kantor Lembaga Bantuan Hukum se-Indonesia m enilai perppu itu membatasi kebebasan berserikat yang diatur dalam konsititusi.
Asfinawati, Direktur YLBHI mengatakan pembatasan kebebasan berserikat dalam perppu ini tidak mempunyai dasar legitimasi. Karena pembatasan berserikat hanya bisa dibatasi apabila diperlukan, misalnya untuk kepentingan keamanan nasional dan keselamatan publik, ketertiban umum, perlindungan kesehatan atau melindungi hak dan kebebasan dari orang lain.
Perppu ini menunjukkan menegaskan arogansi negara karena meniadakan proses hukum dalam pembekuan kegiatan organisasi masyarakat. Kritik keras juga terkait adanya ketentuan pidana tentang penistaan agama yang mengakibatkan adanya ancaman hukuman pidana seumur hidup. Padahal dalam ketentuan sebelumnya, hukuman maksimal adalah lima tahun.
Asfinawati memandang penistaan agama itu kerap dipakai kelompok intoleran untuk menyeragamkan praktik keagamaan dan keyakinan.
Kritik juga datang dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), organisasi prof esi jurnalis. Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Iman D. Nugroho menyatakan perppu itu memperluas makna kebencian di luar ujaran kebencian dari agama dan ras ditambah pandangan politik dan ujaran kepada penyelenggara negara. âPerppu ini rawan digunakan untuk memberangus kritik,â kata Iman.
Dia juga menilai pemerintah sudah melangkah terlalu jauh melalui perppu tersebut karena melampaui pembatasan yang patut seperti diatur dalam Kovenan Sipil Politik sesuai ratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights atau Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (Konvenan Sipol) melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005.
Sumber: ARTIKEL TERKAIT
- PKS Siap Uji Perppu Ormas di DPR
- Surat Presiden soal Perppu Ormas Sudah Diterima DPR
- MUI Berharap Perppu Ormas Tak Hanya Sasar Satu Ormas Saja
- Para Petinggi Komisi II Cenderung Tolak Perppu Ormas
- Menkumham Yakini DPR Akan Setujui Perppu Ormas
- Fadli Zon Tolak Perppu Ormas
- 1 Pembubaran Ormas Radikal 2 Angket KPK Bergulir 3 RUU Pemilu 4 HUT Ke-71 Bhayangkara 5 Forum G-20 6 Dana Parpol Naik 7 Helikopter Jatuh di Temanggung 8 Polisi Diteror 9 Mudik Lebaran 1438 H 10 Letusan di Dieng
-
- Eks Ketua KPK Nilai Romli Atmasasmita Bohong
- Ungkap 1 Ton Sabu, Kapolda Metro: Jutaan Orang Terselamatkan
- Kapolda Metro: Terima Kasih untuk yang Fitnah Kami
- Para Petinggi Komisi II Cenderung Tolak Perppu Ormas
- Setelah UGM, Atma Jaya Yogya Juga Kecam Angket KPK
- Surel Putra Trump Bukti Bantuan Rusia, ini Isinya
- Presiden: Tiga Provinsi Masuk Kajian Sebagai Ibu Kota
- Setara: Perppu Dapat Langsung Diberlakukan
- Mantan Presiden Brasil Dihukum 10 Tahun Penjara
- Ini Kronologi Kejadian Penganiayaan Pakar Telematika Versi Pelaku
-
- Flyover Bintaro Bakal Rampung Akhir Tahun Ini
- Simpang Susun Semanggi Akan Jadi Ikon Baru Jakarta
- Park and Ride Akan Dibangun di Sejumlah Lokasi di Jakarta
- 100 Bus Maxi Transjakarta Siap Layani Warga Jakarta
- Proyek Underpass Mampang Ditargetkan Selesai 2017
Post a Comment